Thursday 23 July 2015

Public Relation? PuRel?? MarCom? Humas?? Journalist??

Mumpung agak ada waktu, mau share dikit tentang dunia kerjaan yang sudah melekat kurang lebih 6 tahun terakhir ini. Dan sampai sekarang masih mencoba mencari definisi pasti apa perbedaan nama-nama posisi pekerjaan yang selama ini saya jalani akibat multi-task skills yang saya punya (bahasa positif ini mungkin terbaca agak sombong :D).
3 tahun bekerja sebagai Marketing di sebuah shopping mall dan 3 tahun sebagai Public Relation di beberapa hotel agak lumayan memberikan pengetahuan dan pengalaman yang luar biasa di dunia pemasaran dan promosi. Mungkin kalo anak umur 6 tahun sudah mulai masuk SD ya at least di pengalaman kerja saya termasuk cukup siap ke jenjang berikutnya lah :)

Public Relation termasuk salah satu profesi yang cukup diminati saat ini (katanya..). Selain penghasilan yang terbilang menjanjikan, juga jenjang karier yang cukup luas dan tinggi (katanya lagi..). Kalau dari saya, dan kembali menurut pendapat saya, menjadi PR bukan kerjaan mudah. Mungkin perlu sedikit kemampuan komunikasi yang baik, kelihaian bersosialisasi dan kepercayaan diri tinggi (yang kata orang "itu syarat yang mudah dan 'basic' jadi PR, semua orang juga bisa!!" #senyum). 
Bagi saya, memiliki karir sebagai seorang Public Relation bagi mereka yang memiliki passion berinteraksi dengan orang lain tentu menjadi pilihan yang sangat menyenangkan. Namun kadang kala, bahkan sering, profesi ini kadang disalah artikan atau dianggap sebelah mata karena kontribusi pekerjaannya yang masih kurang terlihat nyata bagi sebagian orang.

Saya pernah singgah di sebuah ibukota di provinsi Kalimantan yang kalo nyebut pekerjaan saya itu "PuRel", tapi setelah saya make sure ke teman saya yang tinggal disana, PuRel itu lebih ditujukan untuk para wanita yang kerjaannya menemani beberapa tamu di tempat karaoke. Saya sih senyum2 jengkel aja dan mencoba mencari benang merah kenapa bisa ada pemikiran seperti itu, dan kesimpulan bijaknya adalah mungkin karena orang jaman sekarang lebih banyak berpikir negatif daripada positif, that's why salah satu pekerjaan PR yang sering menyambut tamu VVIP disalah artikan seperti itu. Oke.

Lain lagi .. "Jadi PR sih gampang aja.. modal tampang, modal bisa narsis, modal pinter bohong sama modal ngerayu aja beres kerjaan!". Senyum kedua saya untuk siapapun yang bicara seperti ini. Saya nggak memungkiri, jaman sekarang juga modal tampang itu jadi kriteria utama untuk mendapatkan pekerjaan atau apapun (jika itu yang mereka pikirkan). Tapi bagi saya yang kurang lebih 6 tahun menggeluti pekerjaan ini, dan disamping tampang saya juga pas-pas an ini, banyak yang saya temui bertampang plus ber-etos kerja minus :)

Tapi saya tidak men-generalisasi semua yang bertampang plus itu kerjaannya gak becus. Tampang plus itu kan keuntungan si empunya tampang untuk mempromosikan dirinya, dan itu jadi whole package kan? Harusnya gak ada yang perlu dipermasalahkan kan disitu? 



Nah, berkaitan dengan judul dari ulasan kali ini, "Public Relation? PuRel?? MarCom? Humas?? Journalist??" saya sendiri kadang bingung pekerjaan saya ini masuk yang mana. Bisa jadi karena saya belum begitu memahami lingkup pekerjaan saya sendiri, atau karena saya baru mau masuk SD seperti yang saya bilang tadi sehingga belum banyak jenis perusahaan yang saya pelajari (sejauh ini baru shopping mall dan perhotelan yang saya pelajari di bidang ini). Tapi sebenarnya jawaban yang lebih tepat kenapa saya tidak tahu saya masuk kategori yang mana adalah, karena selama kurang lebih 6 tahun bergerak di bidang ini, kerjaan saya kebanyakan mencakup semuanya. 
Disaat harus berurusan dengan teman2 media, mau gak mau background journalist saya harus agak bisa diandalkan. Mulai dari bikin press release untuk ditayangkan menjadi sebuah berita yang baik untuk dibaca atau didengar oleh masyarakat karena tentunya kita2 ini lah yang bawa nama baik perusahaan. Belum lagi terkadang kita harus menempatkan diri menjadi teman2 media yang mana tidak hanya berfikir tentang kebutuhan kita aja, tapi berfikir dari sisi kebutuhan media. Jadi ada simbiosis mutualisme disini dan karena saya pernah menjadi wartawan baik di majalah Jakarta maupun koran di Yogyakarta, secara gak sadar saya nyambung banget ngobrol sama teman2 media, hubungan saya dengan media layaknya teman dekat dan justru terkadang (hampir gak pernah) ngomongin kerjaan kalau udah ngumpul (dibaca : bergosip :D).
Dibilang PuRel yang kata tetangga itu panggilan miring buat yang suka nemenin tamu2 'nakal'. Ya bisa juga ya, positifnya di kerjaan saya, terkadang kalau ada tamu VIP saya harus menyambut mereka dengan senyum 3 jari dan berusaha mengajak mereka mengenal perusahaan kita dengan baik.
Untuk Public Relation, Humas, ataupun MarCom.. mulai dari berurusan dengan tamu lokal/mancanegara, handle complaints : how to talk with your angriest customer, bikin promo : mulai dari semua bentuk media promosi (flyer,banner,poster,iklan koran,iklan TV,iklan radio,dan semacemnya) sampai bikin event di dalam perusahaan/luar perusahaan untuk brand awareness, kerjasama dengan banyak sponsor yang bonafit untuk jadi sponsor, mengenal 'barter' yang ternyata definisinya gak se-kaku jaman dulu alias uang-barang aja tetapi bisa dalam bentuk promo, ngapalin atau punya calendar event jadi bisa update sama ultah2 perusahaan/ultah orang penting/hari besar nasional, super aktif ngurusin sosial media semacam Facebook, Twitter, Path, Instagram, Website, Online Travel Agent, sampai Foursquare, mantengin berita mulai dari koran, radio, TV, online setiap hari sampai minus mata nambah terus di-kliping buat databese, belum lagi ada undangan atau gathering ke luar kota yang bikin 3 hari khusus buat ngobrak-abrik lemari cuma buat pilih baju jangan sampai saltum (salah kostum), mengharuskan diri untuk bicara, bersikap, berpenampilan seakan-akan pernah ikut 'Attitude, Behaviour & Manner Training' dadakan, diharuskan beredar (kalau masih berpikir negatif, saya jelaskan beredar berarti eksis kalau anak jaman sekarang bilang. At least kenal banyak pihak sehingga bisa mendukung semua hubungan dan kebutuhan kerja), be creative is a must kalau nyemplung di bidang ini karena buat saya mendingan jadi trendsetter donk daripada followers hehe, belum lagi tambahan kerjaan jadi Sales alias ngebantu jualan baik kamar hotel atau venue buat wedding atau birthday, bikin offering letter-follow up-sampai agreement letter, belajar otodidak tentang klausul2 yang biasanya ada di kontrak biar bisa bikin sendiri proposal atau kontrak dengan perusahaan lain kalau mau kerja sama, dan mungkin masih banyak aktivitas lain yang bisa menyusul di blog berikutnya ya :)

Ini ulasan untuk berbagi. Untuk share hal2 positif lainnya, saya bisa dihubungi melalui email di lidwinanonie@gmail.com

- l i d w i n a n o n i e -

Friday 26 June 2015

OVERTHINK ??

Everybody feels stress and knows it intimately, but very few of us think about what stress actually is.

Stress is a thought. That’s it. No more, no less. If that’s true, then we have complete control over stress, because it’s not something that happens to us but something that happens in us.

And slowly, very slowly, I trained myself to watch my thoughts, my perceptions, and when a stressful thought came into my head, I stopped, took a deep breath, and just let go. It’s like a muscle—it gets stronger the more you use it, but if you let go, it relaxes.

But of course, life takes over and things happen, all!! Divorce, death, deadlines, demands, dumb thoughts, and dumb schedules. And as anyone does, I get sucked in to negative thinking, which creates stress in my body. My sleep gets interrupted, my muscles get tight, my mood gets cranky, but then I breathe and remember that stress is all in my head.  We get so attached to our way of thinking, to our beliefs and attitudes about the way things should be or shouldn’t be, that it makes us sick.

This doesn’t mean that I don’t respond to injustice or experience intense feelings of joy, happiness, sadness, loss, or pain. I do. But I try just to be fully in them when they come, then experience the next moment, then the next and the next, and just show up with my whole self with love and attention. That’s the only thing I can do.

Here’s how I always try to make my U-turns (and I try to pick one or more each day):

MOVE.
The best way to burn off the stress hormones without having to change your thinking is to move and sweat. Run, dance, jump, ride, swim, stretch, or skip—do something vigorous and lively. Yoga is also fabulous, as it combines movement and breathing.

BREATHE.
Most of us hold our breath often or breathe swallow, anxious breaths. Deep, slow, full breaths have a profound affect on resetting the stress response, because the relaxation nerve (or vagus nerve and not the Las Vegas nerve) goes through your diaphragm and is activated with every deep breath. Take five deep breaths now, and observe how differently you feel after.

BATH.
For the lazy among us (including me), an UltraBath is a secret weapon against stress. Add 2 cups of Epsom salt (which contains magnesium, the relaxation mineral), a half-cup of baking soda, and 10 drops of lavender oil (which lowers cortisol) to a very hot bath. Then, add one stressed human and soak for 20 minutes. Guaranteed to induce relaxation.

SLEEP. 
Lack of sleep increases stress hormones. Get your eight hours no matter what.  Take a nap if you missed your sleep. Prioritize sleep.

THINK DIFFERENTLY.
Practice the art of noticing stress, noticing how your thinking makes you stressed. Practice taking deep breaths and letting go of worry. Try Byron Katie’s four questions to break the cycle of “stinkin’ thinkin’” that keeps you stressed.

But, my question to myself is .. Can I success to do it????? 


- l i d w i n a n o n i e -


Saturday 23 May 2015

That's It

Dear MIND .. 

Please STOP thinking so much everyday

I need to SLEEP !!

- l i d w i n a n o n i e -

Wednesday 15 April 2015

IT'S OUR BIRTHDAY!

Remember when you were little? Remember your plans to be an astronaut, a doctor, a policeman, a ballerina? Now go back just a few years ago, maybe you planned to be married by now, or maybe you hoped to have started a business, or a family, be retired, or get that dream job, or just have any job!

The reality is life rarely goes the way we plan it. And some times the process of letting  go of those plans is painful. Be a Public Relation was never a part of my own plan for my life, but I’m so grateful for the God's challenge has brought me to this job.

Sometimes it’s hard to see the beauty of what God is working when you have your mind set on one outcome. My journey isn’t done, who knows, and for now I’m grateful God’s plan was not my plan.

Anyway, me and my bf just celebrate our bday on this month. He 27 yo already on 14 April and me 27 yo already on today, 15 April – best moment J

Of course there were presents! I give him video on youtube and karikatur of his face with Bob Marley's style, his idol. He was super excited about. He also give me a cute watch with brown and ellegant style, my 2nd Alexandre Christie (LOL!!)


This isn't the greatest pic but as you can probably imagine this moment was totally ridiculous!

We had such an simple but amazing birthday week surrounded by friends, eating great food and generally living it up! I also really appreciated everyone who tweeted, posting on facebook or instagrammed birthday wishes in my direction, you're all lovely!


- l i d w i n a n o n i e -



Wednesday 11 March 2015

ONE LOVE, TWO CULTURES

Lama tak jumpa, sampai lupa rasanya puas setelah nulis blog, hehe!
Info aja, blog ini adalah terusan blog yang kemarin (Bitter Coffee Sweetness Sugar), tapi sekarang judul blognya diubah jadi NONIE'S STORIES (biar gampang diinget aja) :D

Sekarang saya kembali memulai lagi blog baru ini dengan cerita yang sedikit berat lah, berawal dari banyak sekali perbedaan yang Tuhan ciptakan dalam hidup ini. Dan sekarang ini, saya sedang ingin berbagi cerita mengenai perbedaan agama, budaya, dan adat istiadat (kalau berat, ya ditaruh dulu lah, nanti baru diangkat lagi :D)

Ini kisah asmara saya sebenarnya, tapi mencoba mengalihkan ke statement-statement yang lain biar kelihatannya general, hehe.
Ngomongin asmara, identik sama cupid. Dan sayangnya panah cupid itu nggak pernah memandang bulu. Si anak tengil yang kerjaannya bikin orang jatuh cinta itu menembakkan panah tanpa melihat apa agama, budaya, dan adat istiadat dari korban panah cintanya. Kalau udah begini, suatu hubungan bisa jadi sangat rumit.

Belakangan sering muncul produk budaya populer yang mengedepankan tema 'cinta tapi beda'. Bukan cuma film yang berjudul sama dengan tema ini (ala-ala FTV) yang cukup kontroversial karena mengangkat perbedaan agama/budaya yang kadang ceritanya bikin hati nyesek bagi siapapun yang menontonnya, tetapi ternyata di banyak negara juga banyak banget ternyata literatur maupun film yang mengangkat tentang cinta tapi beda ini. Tapi kali ini saya mau ambil contoh film lokal aja deh, pernah denger film "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk" kan? Nah, selain salah satu faktornya karena saya suka sama Pevita Pearce yang jadi Hayati, film ini juga punya sad ending yang amit-amit lah ya saya sampai punya cerita yang sama. Yang mau saya ambil dari film ini adalah kaitannya dengan tema tadi, cinta tapi beda :)

Sama dengan "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk" tadi, disini saya lah pemain di cerita beda agama, budaya, dan adat istiadat ini. Nggak mau kalah sama Pevita Pearce :D
Kebetulan saya dan mas pacar berbeda agama, saya Katolik dan dia Kristen. Berbeda suku, saya Jawa dengan segala campurannya dan dia Batak. Tapi bedanya lagi sama film tadi adalah orang tua kami berdua sama sekali nggak dapat peran antagonis alias bikin gagal panah si cupid nancep di hati, semua mendukung kok, klimaksnya adalah bagaimana kami bisa mempunyai solusi di dalam perbedaan agama dan budaya, yang pasti sedikit banyak akan jadi masalah nantinya. Karena diluar orang tua, pasti masih banyak pemeran-pemeran lain alias masalah yang menghalangi karena perbedaan ini.

Menurut saya agama itu adalah modal dan pondasi hidup yang harus dimiliki serta diyakini setiap manusia agar mempunyai arah dalam hidupnya (dulu waktu SD nilai pelajaran Agama saya 10 *plok plok*). Sekarang ini kami hanya belajar untuk mempunyai pemahaman, apapun agama yang dipeluk dan diyakini di dunia ini, pasti mempunyai maksud, tujuan, dan arah kebaikan dalam hidup.
Budaya. Budaya itu semacam hal-hal yang berkaitan dengan akal dan pikiran manusia. Budaya kami emang beda, tetapi hebatnya kami adalah ketika kami bisa saling menerima, menyayangi, menghormati, saling menghargai, dan mau mempelajari satu sama lain walaupun kami berasal dari budaya yang berbeda.
Adat istiadat. Sepertinya adat istiadat masih menjadi hal wajib yang harus tetap dijaga dan dilestarikan karena adat istiadat pasti mempunyai bila-nilai yang akan sangat berpengaruh bagi kehidupan setiap orang nantinya.

Guys, cinta tapi beda agama, budaya dan adat ini memang mebutuhkan banyak pengorbanan, harus mau mengalah satu sama lain dan perlu kerjasama dengan banyak pihak. Cinta yang diperjuangkan bersama walaupun akhirnya tetap ada pahitnya pasti akan jauh lebih terkenang. Makanya, sekarang ini saya baru bisa salut sama semua pasangan beda adat bahkan beda agama yang bisa meyakinkan masing-masing keluarga bahwa mereka bisa hidup bahagia walaupun jalannya tak pernah mulus.

Kemarin saya pergi ke kota kelahirannya di Pontianak, kota yang sangat amat panas dengan semua jenis makanan yang enak dan membuat saya nggak pernah merasa lapar disana bahkan lupa rasanya lapar. Disana saya dikenalkan dan bertemu keluarga besar Alm. Papa dan Mamanya yang semuanya adalah Batak. Kebetulan kemarin ada acara Marhata SInamot (belum berani menjelaskan secara detail acara apa ini, mungkin semacam seserahan di adat Jawa) kakak perempuannya yang kebetulan juga menikah dengan pria Jawa. Senangnya dapat kesempatan seperti ini, setidaknya bisa belajar memahami dari sekarang. Dari pengalaman kemarin dan melihat kakak perempuannya juga mengalami hal yang sama dengan kami berdua sampai pada akhirnya mereka akan menikah di bulan Mei tahun ini, saya mencoba memahami, karena sesungguhnya cinta yang bahagia itu adalah ketika kamu tahu dia berjuang sama kerasnya atau lebih dari usaha yang kamu lakukan agar bisa hidup bersama.

Bahagia itu adalah sebuah PILIHAN dan PERJUANGAN untuk mendapatkannya. Semakin besar sebuah kebahagiaan itu maka akan semakin besar juga halangannya. Ibarat semakin tinggi pohon maka akan semakin kencang juga anginnya. Nantinya, disaat sudah bersatu, ujian pun pasti akan tetap berdatangan. Karena katanya hidup itu kan ujian, apapun pilihan kita masalah baru akan tetap ada.

Cerita saya dan mas pacar ini sekarang adalah saat-saat dimana kami sedang belajar. Kami sepakat, kuncinya adalah keberanian, tanggung jawab, dan siap dengan banyak resiko serta komitmen untuk mencapai kebahagiaan yang kami inginkan. Tuhan selalu memberikan jalan keluar, hanya saja kadang kita tidak berani melalui pintu itu dan memilih pintu yang lain. Kami MEMILIH mempunyai masalah dalam kebahagiaan daripada mempunyai masalah tapi tidak bahagia :)

Mencintai dan dicintai itu adalah hak manusia dimanapun dan siapapun. Sesungguhnya perbedaan yang ada itu cuma karena gengsi manusianya saja yang ingin terlihat superior, lebih terpandang. 
Lagipula di dunia ini hampir mustahil nggak ada perbedaan kan?


- l i d w i n a n o n i e -